Jakarta - Ditjen Pajak akan pelajari laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kinerja aparat pajak yang melanggar Undang-Undang. Laporan audit BPK tersebut akan digunakan sebagai bahan instrospeksi diri aparat dan Ditjen Pajak ke depan.
"Kita lihat, kita pelajari, nanti kita sesuaikan dengan aturan-aturan yang ada," ujar Direktur P2 Humas Iqbal Alamsjah saat dihubungi detikFinance, Kamis (16/12/2010).
Iqbal menyatakan laporan audit BPK tersebut akan digunakan sebagai bahan instrospeksi diri Ditjen Pajak ke depan. "Kita instrospeksi diri dengan kinerja pajak. Karena itu untuk koreksi ke depan. Pengawasan ini untuk memperbaiki ke depan," tegasnya.
Namun, Iqbal menyatakan pihaknya belum mendapat laporan tersebut dan belum mengetahui apakah akan ada agenda pembahasan dengan DPR. "Belum dapat (laporan BPK). Ya mereka (BPK) kan lapor dulu ke DPR. Belum ada agenda juga dengan DPR," ujarnya.
Sebelumnya, laporan audit kinerja Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen) Pajak oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan hal yang fantastis. Dari laporan yang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tersebut diketahui bahwa 80% kinerja Ditjen Pajak menunjukkan banyak pelanggaran ketentuan Undang-Undang dengan potensi kerugian negara yang mencapai Rp 1,7 triliun.
Demikian diungkapkan Ketua Panitia Kerja (Panja) Perpajakan Komisi XI DPR-RI Melchias Markus Mekeng kepada detikFinance di Gedung DPR-RI, Senayan, Jakarta, Rabu malam (15/12/2010).
"Laporan BPK sudah masuk memang dan hasilnya sangat fantastis. Hasil laporan audit kinerja Ditjen Pajak 80%-nya menunjukkan pelanggaran ketentuan Undang-Undang dengan potensi kerugian negara yang sangat besar," ujar Melchias.
Melchias menambahkan, hasil dari laporan BPK tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan oleh Ditjen Pajak dalam hal ini menjadi tanggung jawab penuh Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) M. Tjiptardjo.
"Kerugian negara yang besar tersebut harus menjadi tanggung jawab Dirjen Pajak," kata Melky sapaan akrab Melchias.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini juga mengatakan, laporan yang dinilai cukup tebal tersebut akan segera dibahas masa sidang selanjutnya setelah reses.
Ditempat yang sama Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis mengungkapkan potensi kerugian negara berdasarkan laporan BPK tersebut sebesar Rp 1,7 triliun. "Kerugiannya mencapai sekitar Rp 1,7 triliun. Ini harus dipertanggungjawabkan," tegasnya.
Harry menambahkan, Panja Perpajakan DPR memang meminta dua laporan yakni audit kinerja dan audit investigasi. Harry mengatakan untuk laporan audit investigasi DPR masih menunggu laporan dari BPK.
Sebelumnya, Komisi XI DPR-RI telah menggunakan kewenangannya untuk meminta BPK melakukan audit investasi berbasis kinerja terhadap Direktorat Jenderal Pajak. Hal tersebut dilakukan karena panitia kerja (Panja) yang saat ini sudah dibentuk tidak menghasilkan sesuatu yang memuaskan.
DPR menjelaskan selama ini Ditjen Pajak terkesan berputar-putar dalam menjelaskan masalah perpajakan dalam setiap rapat Panja.
Masalah kasus tertahannya restitusi perpajakan yang dialami Permata Hijau Sawit (PHS) senilai Rp 530 miliar menjadi salah satu contohnya. Maka dari itu DPR meminta BPK untuk turun tangan.
Righteous Kill
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...
Quisque sed felis
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...
Etiam augue pede, molestie eget.
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...